
SEJARAHWAN KUCLUK
Mempelajari sejarah memang hobbiku sejak kecil. Aku ingat waktu masih kelas 4 SD ada buku pelajaran Ilmu Hayat (IPA) kelas 6 yang ngga sengaja kubaca. Cukup interesting juga karena isinya tentang banyaknya penemuan-penemuan bidang ilmu hayati yang nggak aku ketahui di kelas 4. Dari buku itu lalu aku iseng buat semacam daftar atau listing tentang semua penemuan-penemuan yang pernah ada dan masih ada hingga kini. Lumayan, waktu itu dapat sekitar 10 orang penemu dan kuteruskan hingga kini menjadi 15 lembar halaman folio yang terus ku update hingga kini. Ide kurang kerjaan menurutku karena tokh hingga kini ngga bisa aku pakai dalam dunia kerja.
Selain itu, aku dulu paling hafal nama-nama raja kerajaan di Indonesia dari Kutai hingga Mataram Islam atau dari legenda Tunggul Ametung hingga Ario Penangsang. Kalo sekedar mengulas singkat, mungkin aku masih bisa nyambung hingga saat ini.
Waktu SMP dulu, pelajaran Sejarah paling aku kusukai. Bayangkan semua jenis perang pernah aku baca dan aku pelajari. Bagaimana Jepang bisa maju berkat restorasi Meiji, bagaimana Amerika yang sebenarnya antara selatan dan utara yang berbeda bisa menjadi satu, kenapa Inggris dan Perancis itu sampai sekarang 'sebenarny'a masing menyimpan sakit hati. Mbesuk aku akan tetap terus baca tentang Indonesia, bagaimana yang dulu satu sekarang kepingin pisah sendiri-sendiri, atau bagaimana rontoknya Indonesia ditangan kroni-kroninya Suharto.
Suatu ketika, entah hari dan neptu apa aku sendiri lupa, Prisca, anak gadisku yang ayu nan pinter itu bilang begini sama aku : "Pa, aku udah baca majalah Bee Magazine yang papa beli lho. Di situ ada sejarah pesawat luar angkasanya Amerika yang berhasil mendarat dibulan tanggal 20 Juli 1969"
"Ya, begitulah Amerika. Negara besar dengan kemampuan yang besar juga." kataku menanggapi ulasan anak kelas II SD yang lugas. "Kamu juga bisa seperti itu kalo mau maju"
"Kepingin sih, tapi bukan itu yang mau aku tanyain" katanya lagi
"Lho, mau tanya apa?"
"Dulu Papa pernah cerita kalo yang mendarat di bulan itu ada orang Indonesianya juga, namanya Slamet. Kokh di majalah itu ngga diceritain. Malah cuma 2 orang yang mendarat di bulan yaitu Neil Amstrongs sama Edwin Aldrin. Trus, Slametnya kemana???
"Hah! Masak iya Papa pernah cerita itu ke Prisca??" Jawabku agak kaget.
"Ngga tahu! Papa inget ngga??"
Giliran aku yang garuk-garuk kepala. Mungkin pernah aku cerita semacam itu tapi itu untuk konsumsi canda dan ngga serius. Tapi anak ini rupanya selalu menyerap apa saja dengan apa adanya. Aku ingat, waktu itu aku cerita bahwa ternyata yang mendarat di bulan itu ada 3 orang lho dan salah satunya orang Indonesia, namanya Selamat. Nih ceritanya, "Neil Amstrong dan Edwin Aldrin berhasil mendarat di bulan dengan Selamat". Rupanya cerita ini yang masuk di kepalanya. Luar biasa! Ketika aku sudah lupa kapan aku cerita, tapi anak ini mematrinya hingga kini.
Secara tidak langsung, aku sudah merusak sejarah di kepalanya. Ini berbahaya. Sama bahayanya dengan cerita kepahlawanan Suharto pada Serangan Fajar-Yogyakarta atau G30S PKI - Jakarta yang porsi sejarahnya tidak seimbang sehingga akupun sempat berdecak kagum sama dia meski ini baru kutahu bahwa itu ternyata rekayasa sejarah yang keblinger.
Sejak kejadian itu, aku mulai hati-hati menerangkan sesuatu yang ditanya oleh anakku dalam kondisi apapun agar tidak membelokkan cerita sedikitpun. Andai tak pernah diluruskan, akan seperti apa cerita tentang ini untuk generasi berikutnya. Menjadi sejarahwan untuk dirinya sendiri akan menjadi sulit ketika harus berhadapan dengan orang lain yang mencari kebenaran. Jangan jadi kucluk untuk cerita tentang kebenaran.
0 komentar:
Post a Comment