Thursday, May 18, 2006

DIAM ITU EMAS ATAU TIDAK PUNYA SUARA ?

Polemik yang berkepanjangan sekitar perundingan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) di tengah lapisan masyarakat benar-benar membuat puyeng kepala. Yang pro dan yang kontra sama-sama ingin didengar suaranya sehingga masing-masing yang punya kepentingan sekitar makhluk RUU APP ini mencoba mempengaruhi suara publik dengan berbagai macam aksi-aksi entah damai entah demo. Seperti itulah kehidupan demokrasi di negeri ini.

Kaum agamawan yang fundamentalis sekalipun berusaha mengawal RUU ini hingga masuk ke gerbang pintu DPR sementara golongan pencinta seni dan budaya serta kaum moderat melihat bahwa RUU APP sudah melewati batas-batas ranah privasi rakyat yang seharusnya dihormati negara.

Aku sangat yakin bahwa kelompok manapun yang berkepentingan dengan RUU ini mempunyai tujuan tertentu yang hingga saat ini belum jelas kubaca.

Yang membuat aku bingung adalah ketika semua orang bersitegang dengan masalah ini, Gereja cuma adem ayem saja seperti tak mau ambil pusing. Demikiankah sejatinya?
Rasanya sich tidak, Gereja memang sudah cukup dewasa memilah-milah permasalahan dan tidak ikut larut dalam permainan politis. Ada saatnya di mana Gereja hanya diam dan ada pula moment yang baik saat suaranya harus didengar. Diam memang emas tetapi bukan berarti tak punya suara.

Dalam sebuah diskusi tentang masalah diamnya Gereja dengan situasi ini ada semacam pembelaan diri yang cukup konyol menurutku , begini : “Jika Gereja mau, sudah dari dulu RUU ini diprotes sebab kepentingan Gereja terusik. Andaikan RUU ini jadi dilaksanakan Anda bayangkan berapa banyak corpus Yesus di kayu salib itu harus diberi baju?”

Semua tertawa karena lelucon ini dan hanya dengan kedewasaan berpikirlah yang mampu memahami maksudnya.

0 komentar: