
Ini mungkin sekedar informasi yang tidak pernah kita jumpai di media sebab musababnya Israel menggempur Gaza. Berikut petikan cerita dari Dr. Martino Sardi :
Sebelum umat Yahudi di Israel dan di luar Israel merayakan Hari Raya Hannukka, Pesta cahaya, yang berlangsung 10 hari dalam minggu terakhir bulan Desember 2008 ini, saya sudah merasakan akan ada serangan Hamas ke wilayah Israel di Jalur Gaza. Persis ketika lilin yang ketujuh dinyalakan, dan masih menyusul tiga lilin lagi yang harus dinyalakan berikutnya, dugaan saya menjadi kenyataan. Televisi Israel 1 menyiarkan tragedi bagaimana sengsaranya warga negara Israel menjadi korban akibat hantaman roket yang diluncurkan oleh Hamas. Pihak Israel masih sabar. Tidak langsung membalas.
Orang Yahudi pada umumnya taat akan hukum Taurat Musa, tidak boleh melakukan pembunuhan terhadap siapapun, kecuali untuk membela diri dan melindungi warganya. Berbagai peringatan diserukan, agar tindakan Hamas meluncurkan Roket itu dihentikan. Dan ancaman pun diserukan: “Kalau ada warga negara Israel sampai mati, maka tindakan itu tidak dapat ditolerir lagi, dan pasukan Israel akan siap meminta pertanggungjawabannya”.
Benarlah tragedi berikutnya terjadi. Lontaran roket menghantam warga sipil, empat orang berkebangsaan Israel mati sangat mengerikan. Kematian warganya, bagi orang Yahudi merupakan suatu yang harus diperhitungkan. Prinsip yang selalu dipakai oleh tentara Israel benar-benar diterapkan: warganya dibunuh, maka yang membunuh harus berani menanggung risiko.
Dan Israel mulai mengadakan tindakan militer. Dua pesawat dikirim untuk melumpuhkan pusat Hamas. Dan akibatnya terjadi banyak korban. Korban jatuh bukan hanya pasukan Hamas saja, tetapi juga penduduki sipil. Kedua belah pihak sudah menderita dan banyak korban berjatuhan.

Kita dapat bertanya: Siapakah yang salah dalam konflik ini? Semuanya salah, karena semuanya telah mengorbankan sesama manusia. Banyak manusia mati, akibat tindak kejahatan kedua belah pihak.
Awal tragedi dan pertikaian ini tidak banyak yang meliput secara internasional. Saya yang berada di Yerusalem dan selanjutnya ke daerah tepi Barat, sungguh merasakan betapa nyawa manusia dikorbankan dengan gampangnya. Hentakan roket dari pihak Hamas selanjutnya tampak tak terarah, dan banyak yang dapat ditangkis oleh pihak Israel, apalagi setelah ada kapal yang benderanya tidak jelas, tenggelam di laut internasional. Mungkin kapal itu milik Hamas dan tenggelam, karena mengarah ke Gaza.
Tindakan yang sulit diterima oleh orang Yahudi ialah hari Raya Hannukka dikotori dengan tembakan roket dari pihak Hamas. Dan kalau kita meneliti dari seluruh perang melawan Israel, perang selalu dimulai dengan mengadakan serangan ke pihak Israel pada saat orang-orang Israel yang beragama Yahudi mengadakan hari raya atau pesta keagamaannya. Pesta keagamaan yang dianggap suci dikotori oleh pihak lain dengan memprovokasi serangan senjata berat atau roket. Orang Yahudi tidak akan bereaksi, bila belum ada yang mati. Baru setelah ada yang mati, reaksi tentara Israel tidak dapat dicegah lagi.
Kita mengenal perang 6 hari. Tentara Israel baru menyerang, ketika dari pihaknya telah terbunuh dua orang warga sipil dan seorang polisi. Pembalasan Israel tidak tanggung-tanggung, dan Mesir pun kalah. Daratannya dikuasi sampai mendekati terusan Suez.
Orang akan ingat nama Mose Dayan, seorang pimpinan bermata satu, yang sanggup mengalahkan musuhnya dalam waktu cepat. Seluruh perang dengan Israel selalu berawal dari tindakan menodai hari suci orang Yahudi itu, dan serangan dari pihak Israel baru dilaksanakan bila sudah ada yang mati dari pihak Yahudi. Hal itulah yang biasanya dikatakan sebagai tindakan membela diri, membela warganya, dan pihak yang membunuh haruslah bertanggungjawab.
Bagaimanakah menyikapi tragedi tanggal 27 Desember 2008 sampai saat ini? Kedua-duanya salah dan jahat, karena adanya korban! Kita menyaksikan adanya banyak orang yang marah terhadap Israel yang dinilainya biadab (Baca Kompas tulisan Hamid Awaludin, Dubes RI untuk Russia) dan bahkan telah banyak orang yang mau ke jalur Gaza untuk berjihad melawan tentara Israel.
Bagaimanapun juga harus kita katakan bahwa perang itu tidak beradab. Kedua belah pihak, Hamas dan tentara Israel, keduanya tidak beradab. Hamas memang merasa hebat, karena telah melumpuhkan sesama muslim, yakni Fatah. Dan Hamas tidak mau menempuh jalan damai. Prinsip Hamas: Tiada damai, sampai Israel dikalahkan. Bagaimana kekuatan kecil itu mampu mengalahkan tentara Israel? Keyakinannya ialah Allah dipihaknya dan akan membantunya dan mati melawan Israel jaminannya surga.
Sikap kritis kita harus kita bangun dalam menyaksikan berita-berita sekarang ini.
Media tampaknya tidak lagi menjadi media yang berprinsip para peace journalism lagi, tetapi lebih provokatif yang membangkitkan konflik. Perhatikanlah berita-berita yang ditayangkan itu, apakah gambar dan filmnya itu benar-benar dari Gaza? Ataukah lebih banyak hanya arsip film perang dari daerah lain. Sekarang ini di daerah Gaza dan Israel itu musim dingin. Daun-daun yang ada hanyalah daun cemara. pinus dan kurma (sejenis kelapa). Bagaimana tampak banyak tanaman di daerah perang itu, yang menandakan musim panas. korban-korban tampak di rerumputan hijau atau di bangunan yang ada bukan khas Gaza, tetapi di Libanon? Kalau Anda pernah ke Gaza akan terasa aneh sungguh berbagai tampilan siaran itu. Banyak yang bukan dari Gaza, alias banyak yang dipalsukan. Sungguh suatu perang media. Sayang, kalau opini publik justru dibangun dari berbagai berita, tayangan gambar, flim palsu, bukan fakta dari Gaza itu sendiri. Inilah suatu kejahatan baru.
Martino Sardi
2 komentar:
menarik sekali, seperti benar-benar diajak untuk jalan-jalan dan melihat keadaan yang sebenarnya di sana. (spuki)
Ini tulisannya kurang relevan,,,,
Perlu anda ketahui bahwa Zionis Israel adalah umat yahudi yang tdk taat Taurat Musa, tapi ada kitab lainnya.
Islam tdk memusuhi Yahudi, tapi Zionis...
Post a Comment