Suatu hari seorang teman mengajakku menonton konser Don Moen di Istora Senayan. Sungguh mati aku malas banget saat itu selain karena kurang tidur juga badan tidak fit. Tidur dengan bantal empuk mungkin pilihan terbaik. Dan lagi aku mau jujur bawa dompetku benar-benar bokek saat itu.
Dengan berbekal sedikit nekad dan pengetahuan arah jalan yang cukup seadanya atau boleh dibilang memprihatinkan, aku langkahkan kakiku untuk pergi juga menonton konser itu dengan berharap aku tidak tersesat. Kopaja jurusan Blok M mengawali keberanianku untuk pergi ke suatu tempat yang belum pernah aku datangi. Oret-oretan peta seadanya rupanya belum membuatku nyaman, apalagi ancer-ancer (tanda jalan – bahasa Jawa) yang diberikan sungguh membuat aku benar-benar mengalami kebingungan. Hanya dengan bermodalkan nekad dan malu, aku mencoba bertanya pada seorang ibu yang duduk disebelahku.
Shelter di mana Kopaja ini berhenti menjadi tempat kedua bagiku untuk terus melanjutkan perjalananku menuju Senayan. Di shelter inilah Ibu itu memberitahuku untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Dengan setengah ragu-ragu aku berjalan menuju suatu arah yang diberikan oleh tanda jalan yang terlihat di ujung jalan di mana aku turun dari Kopaja tadi. Tak ada manusia di depanku. Sepertinya memang jalan ini tidak dilalui oleh pejalan kaki. Tapi beruntung ada seorang bapak yang sedang berolah raga jalan kaki berada tepat dibelakangku. Aku coba perlambat langkahku agar aku bisa berbarengan dengannya untuk sekedar bertanya.
“Mau kemana, dik?” tanyanya sebelum aku sempat menyapanya.
“Ke istora Senayan, Pak! Lewat mana yach?” sahutku.
“Oo.. lurus jalan ini saja, ayo kita jalan aja sama-sama. Kita ke arah yang sama” jawabnya lagi.
Kami berjalan berdua di sepanjang jalan menuju arah yang dimaksud. Selama perjalanan itu, kusempatkan bercakap-cakap seperlunya. Keraguanku sedikit luntur saat bertemu dengan Bapak ini walaupun aku baru mengenalnya saat ini. Aku tak sempat menanyakan namanya. Yang kuketahui Bapak ini adalah tetangga Bpk Sudarmono di Widya Chandra, entah apakah yang dimaksud adalah mantan wapres RI jaman Soeharto. Aku hanya merasakan adanya perlindungan di tempat di mana aku belum pernah menginjak suatu tempat.
Aku jadi ingat dengan ayahku yang selalu memberikan perlindungan kepadaku sekecil apapun. Tapi sayang, kini aku hanya bisa mengingatnya saja karena sudah lama aku kehilangan sosok ayah sejak aku kecil dahulu. Kangen juga sama ayahku. Andaikan dia ada di sini aku pasti tidak akan pernah ragu ke manapun aku pergi. Oh… kenapa tiba-tiba aku benar-benar merindukan kehadirannya saat seperti ini, yach?
“Nanti kamu terus belok kanan yach!” suara sang Bapak memecah lamunanku.
“Oo.. iya, Pak! Terima kasih telah membantu. Selamat jalan-jalan sore,” sahutku.
Kami lalu berpisah di belokan itu. Aku terus berjalan seperti yang diperintahkan sang Bapak. Lumayan juga aku berjalan hingga tiba pada sebuah persimpangan kembali aku terdiam. Ke kiri atau ke kanan, pikirku. Tiba-tiba :
“Plok-plok-plok”
Terdengar suara seseorang bertepuk tangan. Suara itu tepat dibelakangku. Kupaling kepalaku mencari sumber suara itu, ternyata sang Bapak masih berdiri di mana kami berpisah. Aku mengira dia sudah berjalan meninggalkan aku, rupanya ketika aku berbelok ke kanan itu, dia tetap memperhatikanku dari jauh.
Sang Bapak memberi isyarat dengan melambaikan tangan menuju arah yang harus ku lalui ke mana aku harus berjalan. Sedikit terheran-heran aku menganggukkan kapala. Dan setelah memastikan bahwa aku sudah tidak salah jalan lagi Bapak itu kemudian menghilang di tikungan jalan melanjutkan jalan-jalan sorenya.
Sesampai di istora aku bertemu dengan teman-teman lain yang membuatku happy. Sepanjang konser berjalan, tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Tuhan betapa cintaNya begitu besar terhadap diriku, sampai hal terkecilpun DIA siapkan buatku. Siapa yang menyangka aku yang buta arah menuju Istora Senayan pergi sendiri tanpa teman tetapi dengan mudahnya aku sampai di tempat ini. Siapakah yang pernah menyangka orang asing yang tidak pernah kukenal sebelumnya menjadi penolongku?
Satu pelajaran penting buatku adalah bersyukur kepada Tuhan meski kita mendapat pengalaman sekecil apapun. Setiap orang pasti pernah mengalami suatu pengalaman kecil dalam hidup sehari-hari. Satu hal yang masih belum mampu dirasakan oleh kebanyakan orang adalah bersyukur. Mungkin karena kecil dan lumrahnya pengalaman kecil itu sehingga kita tidak mampu mengenalinya bahkan menyadarinya bahwa Tuhan turut campur di dalamnya. Kemampuan merasakan kehadiran Tuhan dalam perkara kecil tergantung dari hubungan personal kita terhadap Tuhan. Kita boleh menyebutkannya sebagai “the colorfull of life”.
(catatan harian Theresia Endah Susanto)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment