Saturday, October 24, 2009

UT OMNES UNUM SINT

Dalam minggu ini tepatnya tanggal 21 Oktober 2009, beredar kabar dari Vatikan bahwa Gereja Anglikan Tradisional menyatakan diri mereka ingin bersatu dengan Gereja Katholik Roma yang dipimpin oleh Paus Benediktus XVI. Ini merupakan penyatuan terbesar kedua sebuah Gereja non Katholik setelah Gereja Episkopal pada tahun 1976. Dengan pernyataan ini berarti sebanyak 400.000 umat Anglikan Tradisional beserta 20 hingga 30 orang uskup akan bergabung dengan Roma.

Gereja Anglikan yang ingin bersatu dengan Roma itu merupakan golongan kanan dalam Gereja Inggris ini yang ingin tetap mempertahankan tradisi ketat Gereja sejak didirikan oleh raja Henry VIII tahun 1534. Dalam perkembangan selanjutnya, Uskup Canterburry membuat kebijakan yang benar-benar sangat menyimpang dari ajaran semula. Maka terbentuklah kelompok kanan yang masih menjaga kuat tradisi lama yang mirip dengan tradisi Roma, yaitu :
- menolak pentahbisan pastor/uskup wanita
- menolak pentahbisan pastor/uskup homoseksual
- menolak perkawinan homoseksual
- menolak penggunaan kontrasepsi
Karena sebab-sebab di atas itulah maka kaum tradisional Anglikan ini bersatu dengan Roma.
Masih akan diatur dalam kanonik baru mengenai hal ini termasuk bahwa para pastor yang sudah menikah masih boleh memimpin paroki namun tidak bisa menjadi seorang uskup.

Berita ingin semakin menguatkan kita dan selalu teringat kembali akan doa Yesus kepada Bapa untuk para rasulnya di Taman Getsemani sebelum Dia ditangkap untuk dihukum mati. "Ut omnes unum sint" demikian doa Yesus tersebut tertulis dalam Injil Yohanes 17 : 21-23 yang dalam bahasa Indonesianya berarti supaya mereka menjadi satu.

Sejak didirikan 2000 tahun yang lalu, Gereja tidak henti-hentinya diterpa badai perpecahan. Bahkan ketika Yesus masih hiduppun bibit perpecahan sudah mulai tumbuh. Ingat dengan perdebatan murid-murid Yohanes Pembaptis dengan Yesus perihal puasa di Matius 9 : 14? Padahal bukankah Yohanes Pembaptis itu bertugas memberikan jalan bagi Yesus untuk mewartakan kabar sukacita Tuhan tetapi dalam kisah itu di Injil tersebut malah memicu sebuah perbantahan.

Setelah Yesus diangkat ke surga dan pewartaan mulai dijalankan sampai ke ujung dunia, terjadi lagi pertentangan yang menyangkut masalah sunat dan tidak sunat bagi pengikut Kristus di luar Israel. Terjadi dua kelompok pengikut besar yaitu Petrus dan Paulus. Namun berkat perundingan (Konsili) di Yerusalem akhirnya ditetapkan kata sepakat agar persoalan tradisi Yahudi tidak ditanggungkan kepada pengikut Kristus di luar Yahudi. Beruntung ada kesepahaman jika tidak akan seperti apa Gereja jaman para rasul saat itu.

Setelah semua para rasul meninggal, tradisi mereka diteruskan dari generasi hingga ke generasi. Terbentuknya tahta pentarkhi yaitu Jerusalem (Palestina), Aleksandria (Mesir), Antiokhia (Syria), Roma (Italia), dan Kontanstinopel (Turki) dalam kekritenan awal dimaksudkan agar adanya persekutuan sebagai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik demi menjaga keutuhan Gereja Purba dari rongrongan kaum bidaat yang banyak berkembang saat itu, misalnya Ebionite, Gnostik, Arianisme, Monofisit, Nestorian dsb. Namun para bidaat itu tidak mampu mendirikan Gerejanya sendiri-sendiri dan jika ada maka sudah tergilas oleh waktu.

Mengapa Gereja dalam kesatuan pentarkhi masih ada hingga saat ini? Itu semua karena berkat doa dan kuasa Yesus. Silahkan baca sendiri isi Doa Yesus ketika di taman Getsemani dalam Injil Yohanes bab 17. Betapa kuatnya pengharapan Yesus akan sebuah kesatuan sehingga muridnya sendiripun didoakannya agar tetap bersatu. Inikah jalan genapan atas doa Yesus? Semoga saja.

Vatikan masih menyisakan PR yang begitu banyak untuk menyatukan mereka dalam kesatuan kepemimpinan Petrus. Tidak hanya kaum Katolik yang menyatakan diri terpisah dari Roma tetapi juga Gereja Reformasi yang jelas-jelas membuat doktrin baru. mereka adalah :
1. Gereja Katolik Patriotik China
2. Gereja Katolik SSPX
3. Gereja Katolik Lavebre
4. Gereja The True Catholic
5. Gereja Reformasi dan denominasi lainnya.
6. Gereja Orthodox

Ut omnes unum sint akan menjadi kenyataan jika satu dengan yang lain saling membuka diri.

Monday, October 05, 2009

MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA PERKARA

Suatu hari seorang teman mengajakku menonton konser Don Moen di Istora Senayan. Sungguh mati aku malas banget saat itu selain karena kurang tidur juga badan tidak fit. Tidur dengan bantal empuk mungkin pilihan terbaik. Dan lagi aku mau jujur bawa dompetku benar-benar bokek saat itu.

Dengan berbekal sedikit nekad dan pengetahuan arah jalan yang cukup seadanya atau boleh dibilang memprihatinkan, aku langkahkan kakiku untuk pergi juga menonton konser itu dengan berharap aku tidak tersesat. Kopaja jurusan Blok M mengawali keberanianku untuk pergi ke suatu tempat yang belum pernah aku datangi. Oret-oretan peta seadanya rupanya belum membuatku nyaman, apalagi ancer-ancer (tanda jalan – bahasa Jawa) yang diberikan sungguh membuat aku benar-benar mengalami kebingungan. Hanya dengan bermodalkan nekad dan malu, aku mencoba bertanya pada seorang ibu yang duduk disebelahku.

Shelter di mana Kopaja ini berhenti menjadi tempat kedua bagiku untuk terus melanjutkan perjalananku menuju Senayan. Di shelter inilah Ibu itu memberitahuku untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Dengan setengah ragu-ragu aku berjalan menuju suatu arah yang diberikan oleh tanda jalan yang terlihat di ujung jalan di mana aku turun dari Kopaja tadi. Tak ada manusia di depanku. Sepertinya memang jalan ini tidak dilalui oleh pejalan kaki. Tapi beruntung ada seorang bapak yang sedang berolah raga jalan kaki berada tepat dibelakangku. Aku coba perlambat langkahku agar aku bisa berbarengan dengannya untuk sekedar bertanya.

“Mau kemana, dik?” tanyanya sebelum aku sempat menyapanya.
“Ke istora Senayan, Pak! Lewat mana yach?” sahutku.
“Oo.. lurus jalan ini saja, ayo kita jalan aja sama-sama. Kita ke arah yang sama” jawabnya lagi.

Kami berjalan berdua di sepanjang jalan menuju arah yang dimaksud. Selama perjalanan itu, kusempatkan bercakap-cakap seperlunya. Keraguanku sedikit luntur saat bertemu dengan Bapak ini walaupun aku baru mengenalnya saat ini. Aku tak sempat menanyakan namanya. Yang kuketahui Bapak ini adalah tetangga Bpk Sudarmono di Widya Chandra, entah apakah yang dimaksud adalah mantan wapres RI jaman Soeharto. Aku hanya merasakan adanya perlindungan di tempat di mana aku belum pernah menginjak suatu tempat.

Aku jadi ingat dengan ayahku yang selalu memberikan perlindungan kepadaku sekecil apapun. Tapi sayang, kini aku hanya bisa mengingatnya saja karena sudah lama aku kehilangan sosok ayah sejak aku kecil dahulu. Kangen juga sama ayahku. Andaikan dia ada di sini aku pasti tidak akan pernah ragu ke manapun aku pergi. Oh… kenapa tiba-tiba aku benar-benar merindukan kehadirannya saat seperti ini, yach?

“Nanti kamu terus belok kanan yach!” suara sang Bapak memecah lamunanku.
“Oo.. iya, Pak! Terima kasih telah membantu. Selamat jalan-jalan sore,” sahutku.

Kami lalu berpisah di belokan itu. Aku terus berjalan seperti yang diperintahkan sang Bapak. Lumayan juga aku berjalan hingga tiba pada sebuah persimpangan kembali aku terdiam. Ke kiri atau ke kanan, pikirku. Tiba-tiba :

“Plok-plok-plok”

Terdengar suara seseorang bertepuk tangan. Suara itu tepat dibelakangku. Kupaling kepalaku mencari sumber suara itu, ternyata sang Bapak masih berdiri di mana kami berpisah. Aku mengira dia sudah berjalan meninggalkan aku, rupanya ketika aku berbelok ke kanan itu, dia tetap memperhatikanku dari jauh.

Sang Bapak memberi isyarat dengan melambaikan tangan menuju arah yang harus ku lalui ke mana aku harus berjalan. Sedikit terheran-heran aku menganggukkan kapala. Dan setelah memastikan bahwa aku sudah tidak salah jalan lagi Bapak itu kemudian menghilang di tikungan jalan melanjutkan jalan-jalan sorenya.

Sesampai di istora aku bertemu dengan teman-teman lain yang membuatku happy. Sepanjang konser berjalan, tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Tuhan betapa cintaNya begitu besar terhadap diriku, sampai hal terkecilpun DIA siapkan buatku. Siapa yang menyangka aku yang buta arah menuju Istora Senayan pergi sendiri tanpa teman tetapi dengan mudahnya aku sampai di tempat ini. Siapakah yang pernah menyangka orang asing yang tidak pernah kukenal sebelumnya menjadi penolongku?

Satu pelajaran penting buatku adalah bersyukur kepada Tuhan meski kita mendapat pengalaman sekecil apapun. Setiap orang pasti pernah mengalami suatu pengalaman kecil dalam hidup sehari-hari. Satu hal yang masih belum mampu dirasakan oleh kebanyakan orang adalah bersyukur. Mungkin karena kecil dan lumrahnya pengalaman kecil itu sehingga kita tidak mampu mengenalinya bahkan menyadarinya bahwa Tuhan turut campur di dalamnya. Kemampuan merasakan kehadiran Tuhan dalam perkara kecil tergantung dari hubungan personal kita terhadap Tuhan. Kita boleh menyebutkannya sebagai “the colorfull of life”.
(catatan harian Theresia Endah Susanto)