Genderang pesta rupanya sudah mulai terdengar. Seiring dengan kartu-kartu undangan yang sudah banyak dilempar ke semua orang, panitia mengingatkan… Ayo! Ikut pesta bersama di tahun 2009.
Pagi itu belum sepotong mannapun kudapat untuk mengganjal perut. Sudah berjam-jam berjalan tak juga menemukan di mana manna yang terjatuh dari langit itu berada. Matahari menaruh belas kasihan padaku ketika dipandanginya aku masih berjalan-jalan tanpa tujuan. Sepertinya dia ingin tenggelam saja di balik gedung-gedung pencakar langit menyembunyikan cahayanya yang panas itu …. agar seperti tadi malam …. tanpa sinar, tanpa panas…. Namun tetap saja aku lapar.
“… Pak! Mau ikut pawai partai kami , nggak?!
Seorang lelaki perlente berjaket hitam berikat kepala biru mengagetkan aku. Belum juga usai aku pandangi matahari yang sejak tadi berusaha untuk pamit menghilang dibalik cakrawala, orang itu mendekat dan sedikit berteriak: “…Ayo… mau ikut ngga! Mau hujan nih! Tenang aja… ada amplopnya kokh!....”
“… partai apa ini?! tanyaku.
“… Nanti juga tahu! Kami selalu memperjuangkan kaum miskin agar tetap bisa makan… makanya ayo ikut….!
Dalam sekejap, aku sudah berada di atas pick up tanpa tahu akan pergi ke mana. Bendera-bendera berkibaran di sepanjang jalan nyaris menutupi hijaunya pohon-pohon. Aku seperti berada dalam penyambutan laksana presiden yang disambut rakyatnya di kanan dan kiri jalan, tapi yang ini hanya bendera-bendera bisu yang berlenggak-lenggok.
Kelak janji itu aku minta bukan dengan selembar amplop yang kuterima ini tapi tentu setelah pawai-pawai itu usai.
Sore hari, akhirnya kudapati sepotong ‘manna’ dari sahabatku yang sama-sama gembel di pinggiran Jakarta. Potongan demi potongan kulumat dengan pasti sepasti bahwa esok hari akan ada manna baru untuk hari itu. Jangan tanya padaku apakah janji lelaki perlente di pagi hari itu juga akan sepasti manna yang kuharap esok hari. Entahlah, semoga bukan penjahat yang berjanji hari ini untuk tahun 2009
Thursday, October 09, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)