Monday, August 25, 2008

MURID KRISTUS ATAU BUKAN ?

Masih ingat dengan ayat Mat 28:19 yang berbunyi : “…Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,…”

Kita sudah dibaptis dan menjadi seorang Katolik. Baptis memang menandai seseorang menjadi orang Kristen Tidak mungkin seseorang menjadi Katolik tetapi tidak dibaptis secara Katolik. Sesungguhnya ketika kita dibaptis, kita ini sudah menjadi murid Kristus karena seharusnya menjadi murid dahulu baru dibaptis. Namun kadang perjalanan iman seseorang tidaklah mulus. Ibarat murid di sekolah, ada murid yang setia, ada murid yang tidak setia bahkan ada juga murid yang berkhianat kepada gurunya.

Mari sekarang kita mengenali diri kita itu murid atau bukan murid.
1. Ada banyak orang yang mempelajari Kitab Suci dan mendalami kehidupan sebagai seorang murid hingga menjadi ahli Kitab tetapi dia belum dapat disebut murid karena belum mengalami kehidupan sebagai murid itu sendiri.
2. Ada pula orang yang percaya kepada Gereja tetapi masih juga percaya dan mengandalkan hidupnya kepada yang lain dengan melakukan praktek hidup yang tidak kristiani. Meskipun dia melakukan kewajiban pergi misa setiap minggu, menerima sakramen dan berdoa setiap hari namun mereka bukanlah seorang murid karena Yesus bukan menjadi satu-satunya pusat hidupnya.
3. Ada pula orang yang hanya melulu sebagai anggota Gereja. Dia memang memenuhi kewajiban di parokinya, membayar iuran amplop merah atau kolekte tetapi ia juga menuntut paroki agar memperhatikan setiap kebutuhan-nya, minta baptis anaknya sesudah itu selesai karena sudah impas. Mereka memandangnya sebagai sebuah transaksi dagang ketika dia memberi kepada Gereja, maka Gereja wajib memperhatikan kebutuhannya. Orang ini hanya melulu sebagai anggota Gereja tetapi bukan sebagai murid karena Yesus belum menjadi pusat hidupnya.
4. Ada orang yang menjadi anggota Gereja dan aktif di organisasi. Dia masuk Gereja karena tertarik pada ideology orang Katolik, namun tidak menghendaki ideology itu mencampuri urusan pribadinya. Dia hanya bermaksud mencari keuntungan dari ideology itu. Dia tidak bermaksud menjadikan Yesus sebagai pusat hidupnya, maka dia bukanlah murid.
5. Ada orang yang menjadi anggota Gereja karena mau meniru sikap hidup Yesus; karena Yesus mencintai orang-orang miskin, maka dia juga akan memberikan seluruh hidupnya untuk orang-orang miskin. Lalu ia melakukan berbagai aktivitas dalam mana seluruh perhatiannya ditujukan kepada kaum miskin, tetapi Yesus tida ada di dalamnya. Orang seperti ini bukanlah murid. Mengapa? Karena ia hanya mau seperti Yesus, tetapi tidak mau menjadi Yesus. Menjadi seperti Yesus berbeda dengan menjadi Yesus.
6. Ada pula kelompok orang yang disebut pelaku-pelaku Katolik. Mereka rajin melakukan aksi-aksi sosial dan menolong banyak orang terlantar. Perbuatannya memang baik, namun apakah itu dikerjakan demi Yesus atau demi kepuasan batinnya sendiri? Dia adalah pelaku-pelaku yang baik tetapi bukanlah seorang murid.

Dengan contoh-contoh di atas, kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri,” Termasuk kelompok manakah saya ini?” Jika demikian, siapakah yang disebut murid?

Murid adalah orang yang mengikuti pimpinannya, yaitu Yesus. Mengikuti Yesus berarti mengikuti jejakNya sebagai Sang Guru. Mengikuti jejak Yesus di sini tidak boleh diartikan secara harafiah, bukan juga berarti menjadi seperti Yesus karena ini berarti menjadi imitasi Yesus.

Menjadi murid berarti menjadi Yesus dalam arti pandangannya adalah pandangan Yesus, pikirannya adalah pikiran Yesus, hatinya adalah hati Yesus. Seorang murid yang memiliki pikiran Yesus berarti ia hidup dalam Yesus, hidup melalui Yesus, hidup dengan Yesus, dan hidup untuk Yesus. Yesus adalah pusat hidupnya. Dan karena itu ia mempunyai pikiran Yesus.

Bagaimanakah pikiran kita bisa menjadi pikiran Yesus? Rasul Paulus mengatakan bahwa Yesus telah memberikan segala-galanya. Ia memberikan ke-AllahanNya untuk menjadi manusia. Dan ia memberikan kemanusiaanNya dengan membiarkan orang-orang membunuhNya. Ia memberikan diri dan mengosongkan diriNya. Itulah pikiran Yesus yang harus dimiliki oleh seorang murid. Pikiran itu tidak berhenti sebatas ide tetapi nyata dalam perbuatan. Seorang murid melakukan segala sesuatu di dalam Yesus, lewat Yesus, dengan Yesus, dan untuk Yesus. Inilah pola hidup seorang murid yang harus nampak dan dapat dilihat oleh orang lain.

Sumber : PEMURIDAN (Sr. Eligia, CB) dengan penyesuaian seperlunya.

Tuesday, August 19, 2008

KAISAR MEMAKAN PAJAK KITA

Injil tentang membayar pajak kepada Kaisar sering dikutip pada setiap perayaan 17 Agustusan. Orang kagum pada kejelian Yesus menghindarkan diri dari jebakan kaum Farisi. Jika Ia menjawab bahwa kepada kaisar orang boleh membayar pajak, maka Ia dianggap melawan hukum Taurat yang mengajarkan bahwa hanya kepada Allah orang boleh menjalankan kewajibannya. Tetapi jika Ia mengatakan tidak boleh membayar pajak kepada kaisar maka Ia berhadapan dengan penguasa Romawi. Karena itu Yesus secara diplomatis menjawab, ”berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.”

Jika merenung lebih jauh, kita akan menemukan betapa ironisnya pemisahan kekuasaan yang tidak berimbang itu. Berapa sih kekuasaan seorang kaisar? Dan apakah kewajiban kita terhadap kaisar sama pentingnya dengan kewajiban kita kepada Allah? Seorang kaisar membuat mata uang dengan gambar dirinya sebagai penguasa wilayah di mana uang itu berlaku. Suatu keterbatasan teritorial yang langsung menunjukkan betapa kecilnya kekuasaan seorang penguasa dunia. Kaisar bisa membeli kekuasaan tetapi tidak sanggup membayar kehormatan. Sebaliknya kekuasaan Allah melampaui segalanya dan dihormati di mana-mana. Dan Allah tidak perlu membeli semuanya itu.

Maka, perayaan 17 Agustusan menjadi moment untuk meletakkan kekuasaan Allah pada tempatnya. Dewasa ini manusia merasa lebih berkuasa dari Tuhan. Kewajiban-kewajiban kita terhadap Tuhan menjadi longgar. Kita lebih takut pada atasan yang menjadi kaisar atas hidup kita, yang kita diamkan tindakan korupsinya karena takut kehilangan pekerjaan. Kita lupa bahwa utang budi kita pada Allah jauh lebih besar melebihi pimpinan di kantor. Pajak hutang budi kita menumpuk-numpuk, karena kita lupa membayarnya. Lupa membayar rekening udara, matahari, hujan, musim, dan hal-hal baik lain yang kita alami dari Tuhan.

Mungkin kita berpikir bahwa Allah Mahabaik tak pernah menuntut balas jasa. Tapi apakah kita tidak tersinggung ketika orang mengatakan bahwa kita adalah orang yang tak tahu berterima kasih? Cara kita berterima kasih kepada Allah adalah dengan mengurus tanah air kita secara baik-baik. Kita tidak ingin merusaknya dengan eksploitasi yang tidak ”berperikemanusiaan, tidak berperi kebinatangan, tidak berperikelingkungan”. Namun dari hasil yang kita lihat, tanah air kita semakin merana. Ini bukanlah karena rakyatnya tidak pernah membayar pajak kepada kaisar tetapi karena kaisar telah memakan uang pajak rakyatnya.

Bukti bahwa kaisar telah memakan uang pajak dapat kita lihat dari maraknya pejabat yang korup dan merosotnya tingkat kemakmuran rakyat. Bencana datang silih berganti. Kita telah memberi kuasa penuh kepada para pimpinan negara ini, tetapi tak ada yang becus mengurus rakyatnya. Kita menjadi seperti anak ayam yang mati di lumbung padi.
(SVD Jakarta)

Wednesday, August 06, 2008

HANYA ALKITAB-KAH SUMBER IMAN KITA?

-Tradisi dan Alkitab -
Sering ditanyakan oleh orang-orang kristen fundamentalis: "Mengapa Gereja Katolik percaya kepada kenaikkan Maria ke surga, kepada Maria yang mengandung tanpa noda?", dan sebagainya. Kesukaran yang mereka ajukan ialah: "Bukanlah semuanya itu tidak tertulis dalam Alkitab?" Jadi, banyak hal yang menurut mereka tidak tertulis secara jelas dalam Alkitab tidak dapat dibenarkan atau bahkan bertentangan dengan Alkitab. Bagaimana jawaban Gereja Katolik?

Hanya Alkitabkah sumber iman kita?
Kadang-kadang kaum fundamentalis mengutip dua ayat berikut ini sebagai "bukti" untuk menunjukkan kekeliruan Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa selain Alkitab ada juga tradisi yang dihormati sebagai sumber imannya:
1. Yoh 5 :39 yang berbunyi : "Kamu menyelidiki Kitab Suci …"
2. Kis 17:11 yang berbunyi: "Mereka itu orang-orang Yahudi di Berea menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian."

Bagaimana jawaban kita?
Pertama, Yoh5:39 dikutip lepas dari konteksnya. Di situ Yesus mengecam orang-orang Yahudi yang mau menyelidiki Kitab Suci untuk mendapatkan kehidupan, tetapi nyatanya mereka tidak mampu percaya kepada Yesus, yang adalah "Jalan, Kebenaran dan Kehidupan." Jadi ayat itu tidak bermaksud mengatakan bahwa segala ajaran kristen harus diselidiki kebenarannya dalam Alkitab. Sekali lagi, konteks Yoh 5:39 harus diperhatikan.

Kedua, Sepintas lalu ayat Kis 17:11 nampaknya segera membenarkan paham bahwa satu-satunya pedoman iman kita adalah Kitab Suci, sebab di situ dikatakan bahwa firman (atau kebenaran agama kristen) yang diterima oleh orang-orang Berea diteliti kebenarannya dengan menyelidiki Kitab Suci. Namun, benarkah bahwa ayat itu bermaksud mengatakan bahwa setiap dan semua pengajaran iman kristen harus dapat dibuktikan dari Kitab Suci? Seandainya memang demikian, itu berarti bahwa agama Yesus Kristus tidak mempunyai kelebihan apapun dibandingkan agama Israel lama. Mengapa kita dapat berkesimpulan demikian? Sebab kalau Perjanjian Baru sendiri berbicara tentang tulisan suci atau kitab suci, maka yang dimaksud di situ adalah kitab Perjanjian Lama (sebab tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri waktu itu praktis belum ada). Jadi kalau orang mengatakan bahwa Kis 17:11 merupakan bukti bahwa semua kebenaran kristen harus dapat dibuktikan dalam Kitab Suci (yang - perhatikan sekali lagi - sama dengan Perjanjian Lama saja), maka itu berarti bahwa semua ajaran Kristen harus dapat dikukuhkan oleh Perjanjian Lama. Jadi, Perjanjian Baru sendiri tidak perlu atau hanya penjabaran belaka dari Perjanjian Lama, tidak lebih dari itu. Jelas hal ini tidak dapat kita terima. Perjanjian Baru jelas mengandung ajaran-ajaran yang tidak termuat dalam Perjanjian Lama. Bukankah Perjanjian Baru juga mengkoreksi dan melengkapi Perjanjian Lama? (bdk Mat 6:21 dst). Dengan keberatan sangat serius ini maka Kis 17:11 tidak dapat kita pakai sebagai bukti bahwa sumber iman kita hanyalah Alkitab. Dari Kis 17:11 kita hanya dapat mengetahui bahwa kebenaran-kebenaran agama kristen yang diterima oleh orang-orang Yahudi di Berea terbukti sesuai dengan Perjanjian Lama, dan bukan bahwa semua kebenaran agama kristen harus dapat dibuktikan dalam Perjanjian Lama.

Ayat-ayat yang mengandung gagasan tradisi
Untuk mendukung ajaran Katolik megenai pentingnya Tradisi, biasanya di kemukakan ayat-ayat berikut ini:
1. Kis 2:42 dimana dikatakan bahwa jemaah Kristen perdana bertekun dalam pengajaran para rasul, jauh sebelum tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri lahir. Jadi kehidupan iman gereja tidak terbatas pada buku saja, tatapi juga pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.
2. 1 Kor 15:3 dimana dikatakan oleh Paulus bahwa kebenaran tentang Yesus Kristus dia terima sendiri (jelas secara lisan).
3. 2 Tes 2:15 dimana Paulus menasehati umatnya: "Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun secara tertulis." Ajaran-ajaran yang tidak tertulis semacam itulah yang kita sebut tradisi.
4. Yoh 21:25 yang berbunyi: "masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jikalau semua itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak memuat semua kitab yang harus di tulis itu." Ayat ini menunjukan bahwa tujuan penulisan injilnya bukanlah untuk mendaftar semua ajaran Kristen atau membuat daftar lengkap dari ucapan dan perbuatan Yesus. Yang dia tulis hanyalah hal- hal yang paling mendasar untuk keselamatan manusia. Hal yang sama kiranya berlaku untuk kitab- kitab Perjanjian Baru lainnya.

Tradisi dan Alkitab
Salah satu hal yang menbedakan Gereja Katolik dari Gereja Protestan adalah paham mengenai wahyu Allah dissimpan dan diteruskan kepada umat manusia disegala tempat dan jaman. Menurut Gereja Katolik: melalui Tradisi dan Alkitab! Apakah Tradisi itu? Bagaimana hubungannya dengan Alkitab? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kita bahas ajaran Gereja Katolik mengenai terjadinya Alkitab.

Pertama-tama, ada Allah yang mewahyukan Diri-Nya melalui para nabi, utusan-Nya. Para nabi itulah yang mewartakan Sabda-sabda Allah. Tetapi Allah bersabda juga melalui karya-karya-Nya yang agung dan melalui peristiwa-peristiwa hidup. Jadi dengan kata dan perbuatan Allah mewahyukan Diri-Nya, artinya Ia memperkenalkan siapakah Diri-Nya dan apakah rencana-Nya untuk keselamatan manusia. Dengan wahyu illahi ini Allah menyapa kita sebagai sahabat-Nya (Konstitusi Dei Verbum paragrap 2), mengadakan kontak batin dengan kita dan ingin bersatu dengan kita. Wahyu Allah inilah yang diterima oleh sekelompok umat manusia yang kita sebut gereja (baik dalam bentuk permulannya, yakni bangsa Israel, maupun dalam bentuk yang sudah tetap, yakni Gereja Yesus Kristus). Wahyu Allah itu bergema dan dihayati oleh Gereja dalam ibarat, ajaran dan seluruh kehidupan mereka. Inilah yang disebut Tradisi. Tradisi adalah Sabda Allah sejauh diterima dan dihayati Gereja dalam hidupnya, ajarannya dan ibaratnya. Atau dapat dikatakan juga bahwa Tradisi adalah iman Gereja terhadap Wahyu Allah/Sabda Allah.

Lama kelamaan, ketika para rasul Yesus mulai wafat satu persatu, timbul kebutuhan untuk menuliskan ajaran-ajaran yang mereka wariskan secara lisan itu, agar Gereja mempunyai pegangan. Untuk tujuan ini Roh Allah mengilihami orang-orang tertentu dalam Gereja untuk menuliskan apa yang dihayati dalam Tradisi itu dalam Alkitab. Jadi, dalam arti tertentu, Alkitab itu adalah bagian dari Tradisi atau bentuk tertulis dari Tradisi. Tetapi berkat ilham Roh Kudus, Alkitab mempunyai nilai istimewa sebab Allah sungguh-sungguh berkenan bersabda melalui kata-kata manusia dalam Alkitab.

Dari uraian diatas nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dan Alkitab. Oleh karena itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi. Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada dibawah pengaruh Roh Kudus sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja disegala jaman itu harus dikontrol dalam terang Alkitab.

Untuk sedikit mempermudah pemahaman kita tetang proses penulisan Alkitab dan kaitannya dengan Tradisi, baiklah kita ambil contoh kongkrit ini. Bagaimana garis besar terjadinya ayat-ayat Perjanjian Baru yang mewartakan bahwa Yesus Kristus adalah penyelamat dunia ? Pertama-tama Allah mewahyukan bahwa Yesus Kristus adalah juru selamat umat manusia; lalu Gereja menerima wahyu tersebut dalam iman dan menghayatinya dalam ibadat-ibadatnya, dalam ajaran-ajarannya dan dalam seluruh kehidupannya. Inilah Tradisi. Akhirnya, berkat ilham Roh Kudus iman itu dirumuskan secara tertulis dalam ayat-ayat Alkitab. Sebagai konsekuensinya, ayat-ayat semacam itu akan dapat dipahami sepenuhnya bila ditafsirkan dalam terang Tradisi.

Dengan uraian singkat diatas kita dapat memahami dengan lebih mudah apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II mengenai hubungan Tradisi dan Alkitab berikut ini:
"Jadi Tradisi Suci dan kitab Suci erat hubungannya satu sama lain dan saling berkomunikasi. Sebab keduanya, yang berasal dari sumber illahi yang sama, bagaimanapun bergabung menjadi satu dan mengarah ke tujuan yang sama. Karena kitab Suci adalah penuturan Allah sejauh dituangkan kedalam tulisan dengan ilham Roh Illahi; sedangkan Tradisi Suci, meneruskan secara utuh Sabda Allah, yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul dan para pengganti mereka, agar dipelihara dengan setia, dijelaskan dan disebarluaskan didalam pewartaan mereka sampai diterangi Roh Kebenaran. Maka Gereja menimba kepastiannya mengenai segala sesuatu yang diwahyukan tidak hanya dari Kitab Suci. Oleh karena itu kedua-duanya harus diterima dan dijunjung tinggi dengan perasaan saleh dan hormat yang sama."

Tradisi (yang lisan itu) ada sebelum Alkitab. Kemudian Tradisi lisan itu dituangkan dalam bentuk tertulis oleh penulis-penulis suci yang adalah anggota Gereja. Kemudian Gereja (melalui pimpinan suci yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri) meneguhkan mana yang adalah bagian Alkitab dan mana yang bukan. Jadi, sejauh mengenai penulisan Alkitab sendiri, Gereja ada sebelum Alkitab. Dalam arti inilah Alkitab kita sebut juga buku Gereja. Namun ini bukan berarti bahwa Gereja mengatasi atau lebih tinggi daripada Alkitab. TIDAK! Gereja tetap harus mendengarkan dan menaati Sabda Allah dalam Alkitab. Akan tetapi, seperti sudah diterangkan didepan, Gereja Yesus Kristuslah yang mendapat wewenang untuk mengajar kita bahwa kitab-kitab tertentu adalah benar-benar Sabda Allah. Dan wewenang untuk mengajar soal-soal iman dan susila ada ditangan para uskup sebagai pewaris sah para rasul dengan Paus sebagai pemimpin, yakni peringgati Petrus. Nah, Gereja yang sama itulah yang megajar kita juga bahwa Tradisi itu harus dihormati dengan "perasaan saleh dan hormat yang sama."

Auto-kritik
Akhir-akhir ini banyak disebarluaskan di Indonesia terjemahan buku atau artikel yang menyerang Gereja Katolik. Banyak kelompok fundamentalis yang tidak segan-segan menuduh Gereja Katolik sebagai Gereja Iblis, ilmu tenung, dan sebagainya. Mereka begitu yakin bahwa orang-orang Katolik pasti masuk neraka sebab Gereja Katolik itu begitu sesat.

Setelah kita melihat bagaimana terjadinya Alkitab dalam sejarah, dan bagaimana perasaan Gereja dalam penentuan kanon Alkitab, maka mengkritik Gereja Katolik sebagai Gereja yang begitu rapuh dan mudah sesat berarti mengkritik diri sendiri (auto-kritik). Mengapa? Sebab Alkitab yang mereka pakai sebagai senjata untuk menyerang Gereja Katolik adalah Alkitab yang hampir seluruhnya sama dengan Alkitab yang dahulu ditetapkan sebagai Sabda Allah oleh Gereja Katolik, yakni Gereja yang mempunyai struktur pimpinan yang sama dari dulu hingga sekarang. Bagaimanapun juga kaum fundamentalis yang merupakan sekte-sekte Kristen itu sudah mengambil-bagian dalam iman dasar Gereja Katolik, yakni bahwa minimum 39 kitab Perjanjian Lama dan ke-27 kitab Perjanjian Baru itu adalah Sabda Allah. Jadi kalau kaum fundamentalis itu percaya bahwa Gereja Katolik itu Gereja yang begitu rapuh, yang sesat dan sebagainya, maka bagaimana mungkin mereka menerima juga Alkitab yang diwariskan oleh Gereja yang begitu rapuh semacam itu? Tidakkah Alkitab yang diwariskan oleh Gereja semacam itu tidak bisa dipercaya juga? Pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. (Tetapi harap pepatah ini diartikan dengan tepat! Bukan berarti Alkitab adalah Sabda Gereja). Tidak bisa disangkal bahwa kanon Alkitab kaum fundamentalis sebelum ditetapkan oleh Gereja Reformasi sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai Sabda Allah oleh Gereja Katolik.

Perbedaan antara Tradisi dan tradisi-tradisi:
Tradisi (dengan huruf T besar) harus dibedakan dari tradisi (dengan huruf t kecil) atau dari tradisi-tradisi. Kita percaya bahwa Tradisi itu berasal dari para rasul dan merupakan wahyu Tuhan. Sedangkan tradisi-tradisi berarti kebiasaan-kebiasaan Gereja yang manusiawi, dan karenanya tidaklah hakiki, artinya bisa diganti dengan kebiasaan lain yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kebudayaan. Penggunaan organ dalam ibadat, penggunaan lonceng dan sebagainya adalah tradisi Gereja yang manusiawi, jadi boleh dihapuskan dan diganti dengan hal lain. Tetapi penggunaan roti dan anggur sebagai bahan untuk Misa, misalnya, adalah bagian dari Tradisi yang tidak bisa diubah.